Terminologi Dunia Kemahasiswaan sering disebut sebagai Element Stragis dalam mengawal setiap agenda Perubahan Bangsa yang kemudian diberi gelar sebagai Agen Cocial Control, Moral Force dan Agen development. Pemberian gelar ini kiranya singkron dengan sejarah Perjuangan Bangsa, dimana dalam setiap rentetan sejarah perjuangan Bangsa ini, Mahasiswa selalu berdampingan dengan Masyarakat dalam mengawal agenda perubahan tersebut dan reformasi 1998 adalah salah satu bukti yang memberikan Bagaimana rekayasa Kelompok Kemahasiswaan.
Oleh : UMAR SALEH (KETUA UMUM IPMA-HALTENG Makassar) Periode 2014-215
Tentu mahasiswa memiliki daya peran strategis dalam hal pemerataan pembangunan daerah dan pemberdayaan masyarakat lokal, terutama di kampung halamannya kelak nanti. Namun hari ini, kesadaran akan tanggungjawab yang demikian, semisal transformasi pola pikir, belum tersentuh secara maksimal, terkhusus organisasi mahasiswa kedaerahan yang secara institusional sebagai wadah mahasiswa dalam hal memfasilitasi peran strategisnya.
Hal tersebut tentu menjadi penting untuk kita garap bersama,
dipersiapkan secara cermat dan profesional oleh segenap organisasi
mahasiswa kedaerahan. Ini dilakukan guna menunjang, paling tidak
mengoptimalkan pembangunan daerah dengan tetap berlandas pada
nilai-nilai kedaerahan – nilai budaya. sosial, ekonomi, politik, dan
religi, sehingga mampu membangun daerah secara mandiri serta memiliki
daya saing dengan daerah lainnya.
Menghadapi tantangan serta peluang semacam itu, maka diperlukanlah
sebuah revitalisasi peran fungsional organisasi mahasiswa kedaerahan.
Ini dibutuhkan untuk membentuk pelajar dan mahasiswa yang peduli dan
bertanggungjawab terhadap pembangunan daerah secara cerdas, kreatif, dan
inovatif.
Selain selaku pribadi “utusan” – dalam hal ini diutus oleh keluarga
untuk menuntut ilmu dalam rangka meningkatkan taraf hidup, menambah
wawasan dan meningkatkan pola pikir, mahasiswa juga punya tanggungjawab
untuk bagaimana setelah menyelesaikan kuliahnya, mereka bisa kembali ke
rahim di mana ia terlahir dalam rangka membangun daerahnya
masing-masing. Baik dari segi sosial, budaya, ekonomi, bahkan dalam hal
mentransformasi nilai-nilai yang bisa mengembangkan pola pikir
masyarakat luas.
Krisis nasional dalam hal pemerataan pembangunan dan lunturnya budaya
lokal hendaknya menyadarkan kita, khususnya mahasiswa yang telah
meninggalkan kampung halamannya.
Mereka, katakanlah, pergi merantau untuk menimba ilmu di perguruan
tinggi. Mereka tentu patut disadarkan bahwa pemerataan pembangunan dan
penguatan budaya-budaya lokal ternyata bukan hanya tanggungjawab
pemerintah dan rakyat yang tinggal di daerah tersebut, tetapi juga
mahasiswa-mahasiswa daerah itu sendiri yang nota bene merupakan duta
rakyat dalam hal memfasilitasi proses transformasi budaya dan teknologi
di daerahnya. Hal tersebut harus sepenuhnya kita sadari bersama.
Kenyataan lain yang selayaknya dicermati adalah timbulnya kesadaran mahasiswa sebagai duta masyarakat daerah yang menghimpun diri dalam suatu organisasi kedaerahan. Tentunya mereka semua diharapkan mampu mengobati kegelisahan akan kurangnya peranan mahasiswa dalam membangun daerahnya.
Kenyataan lain yang selayaknya dicermati adalah timbulnya kesadaran mahasiswa sebagai duta masyarakat daerah yang menghimpun diri dalam suatu organisasi kedaerahan. Tentunya mereka semua diharapkan mampu mengobati kegelisahan akan kurangnya peranan mahasiswa dalam membangun daerahnya.
“Terikatnya” mahasiswa dalam suatu organisasi kedaerahan, seperti
Ikatan Pelajar Mahasiswa Halmahera Tengah (IPMA-HALTENG) Makassar, baik daerah kabupaten ataupun
provinsi yang hingga kini membumi dibeberapa Kota besar diseluruh Jazirah Nusantara ini, hendaknya mampu
menyadarkan kita akan arti strategis organisasi kedaerahan dalam
mengemban amanah dan cita-cita rakyat untuk membangun daerahnya.
Sekaligus, arti penting ini menyadarkan organisasi kedaerahan akan
tanggunjawabnya, baik secara moril maupun materil kepada daerahnya
masing-masing. (**)