Dalam setiap transformasi social
yang terjadi dimasyarakat dibutuhkan seorang pemikir yang dapat
menggerakkannya. Para pemikir yang mempunyai idea masing-masing tidak hanya
mampu melontarkan ide-ide bagi transformasi juga mampu mensosialisasikan buah
pikirannya tersebut kepada masyarakat. Kita sebagai mahasiswa yang mengklaim
diri sebagai kaum intetelektual sepantasnya untuk berfikir bagaimana melakukan
transformasi diri serta transformasi social menuju kearah yang jauh lebih baik.
Untuk mencapai hal tersebut kita harus menghindari berbagai kesalahan berfikir
yang mengakibatkan gagalnya kita dalam berfikir. Berikut kesalahan berfikir
tersebut.
Kesalahan-Kesalahan Berpikir.
1. Fallacy of Dramatic
Instance
berawal dari kecenderungan orang untuk melakukan apa yang
dikenal dengan over-generalisatuon. Yaitu, penggunaan satu-dua kasus untuk
mendukung argumen yang bersifat general atau umum. Seringkali kesimpulan itu
merujuk pada pengalaman pribadi seseorang.
Contoh dari kesalahan berpikir
ini adalah sekarang banyak orang miskin di Indonesia. Berdasarkan kenyataan
ini, muncul teori bahwa kemiskinan disebabkan oleh struktur ekonomi yang
timpang. Lalu ketimpangan ini lantas disebut sebagai teori ‘kemiskinan
struktural’.
Namun teori ini dibantah oleh
contoh lain. Seorang buruh dengan penghasilan kecil namun punya semangat
kewirausahaan tinggi, tekun, dan tabah, akhirnya menjadi pengusaha rokok yang
besar. Artinya, setiap orang yang mau tekun bekerja keras seperti pengusaha
rokok itu, pasti akan menjadi pengusaha besar atau konglomerat.
Itulah akibat dari
over-generalisatuon dari sebuah pengalaman pribadi terhadap kasus-kasus yang
lebih luas cakupannya.
2. Fallacy of
Retrospective Determinism.
atau dapat dijelaskan sebagai kebiasaan
masyarakat yang menganggap masalah sosial yang sekarang terjadi sebagai sesuatu
yang secara historis memang selalu ada, tidak bisa dihindari, dan merupakan
akibat dari sejarah yang cukup panjang. Cara berpikir nin selalu mengacu pada
“kembali ke belakang” atau “historis”. Atau secara jelasnya disebutkan sebagai
upaya kembali pada sesuatu yang seakan-akan sudah ditentukan dalam sejarah masa
lalu.
Contohnya adalah kemiskinan.
Orang menganggap bahwa kemiskinan adalah bagian dari isi sejarah. Dari dulu ada
orang kaya dan miskin. Mengapa orang sekarang harus meributkan pemberantassan
kemiskinan. Padahal kemiskinan tidak bisa diberantas, karena sudah ada sejak
dulu.
3. Post Hoc Ergo Propter
Hoc
atau sesudah itu- karena itu- oleh sebab itu. Bila ada peristiwa
yang terjadi dalam urutan temporal, maka dapat dinyatakan bahwa yang pertama
adalah sebab dari yang kedua.
Sebagai contoh, ada orang tua
yang lebih cinta pada seorang anaknya dibanding anaknya yang lain hanya karena
ia kebetulan naik pangkat atau ekonominya menjadi stabil setelah mendapat anak
kesayangannya itu.
4. Fallacy of Misplaced
Concretness
adalah kesalahan berpikir yang muncul karena kita
mengkonkretkan sesuatu yang sebenarnya adalah abstrak. Atau dapat dikatakan
sebagai menganggap real seuatu yang sebetulnya hanya ada dalam pikiran kita.
5. Argumentum ad
Verecundiam
ialah berargumen dengan menggunakan otoritas, walaupun
otoritas itu tidak relevan atau ambigu.
Ada beberapa orang yang
menggunakan otoritas untuk membela paham dan kepentingannya sendiri. Misalnya
dari suatu peristiwa dalam perjalanan Nabi, ia bermaksud membenarkan paham dan
kepentingannya sendiri. Padahal peristiwa tersebut belum tentu relevan dengan
masalah atau tema yang sedang diperbincangkan.
6. Fallacy of
Composition
adalah dugaan bahwa terapi yang berhasil untuk satu orang
pasti juga berhasil untuk semua orang.
Sebagai contoh, di suatu kampung
ada yang memelihara ayam. Ayam petelur negeri itu berhasil mendatangkan uang
banyak bagi pemiliknya. Melihat itu, dengan serta-merta penduduk kampung
menjual sawahnya untuk dijadikan modal bisnis ayam petelur. Akibatnya, semua
penduduk kampung itu bangkrut lantaran merosotnya permintaan dan membanjirnya
pasokan barang.
7. Circular
Reasoning
artinya pemikiran yang berputar-putar, menggunakan
kesimpulan untuk mendukung asumsi yang digunakan lagi untuk menuju kesimpulan
semula.